Translate

Sabtu, 01 Desember 2012

Sosiolinguistik

Sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaian di dalam masyarakat. Ini berarti bahwa “Sosiolinguistik memandang bahasa (language) pertama-tama sebagai sitem sosial dan sistem komunikasi, serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu. Pemakaian bahasa (language use) adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi-situasi konkret” (Suwito, 1996, h. 6).
Batasan pengertian sosiolinguistik yang menekankan tentang studi bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat juga dikemukakan oleh Hudson, ia mengatakan “sosiolinguistics as the study of language in relations to society, intentionally that sosiolinguistics is a part of the study language and society” (1980, h. 4).’Sosiolinguistik sebagai ilmu bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat, dengan sendirinya sosiolinguistik merupakan bagian dari ilmu bahasa dan masyarakat’. Trudgil mengemukakan bahwa “Sosiolinguistics is that part of linguistics which is concerned whit language as a social and cultural phenomenon” (1974, h. 32). ‘Sosiolinguistik adalah bagian dari ilmu bahasa (Linguistik) yang dihubungkan dengan bahasa sebagai fenomena sosial dan budaya’. Dalam Kamus Lingustik dikatakan bahwa “Sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dengan perilaku sosial” (Kridalaksana, 1993, h. 181)
Dell Hymes (1973) dalam Sumarsono dan Paina (2002, h. 3) mengatakan bahwa “Sociolinguistic could be taken to refer to use of linguistic data and analysis in other discipline concerned with social life and conversely to use of social data and analysis in linguistic”.’Sosiolinguistik dapat mengacu kepada pemakaian data kebahasaan dan menganalisis ke dalam ilmu-ilmu lain yang menyangkut kehidupan sosial, dan sebaliknya mengacu kepada data kemasyarakatan dan menganalisis ke dalam linguistik’.
“Setiap kelompok dalam masyarakat yang karena tempat atau daerahnya, umur atau jenis kelaminnya, lapangan kerjanya atau hobinya dan sebagainya yang menggunakan bahasa yang sama dan mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasanya, mungkin membentuk suatu masyarakat tutur” (Suwito, 1989, h. 25). Lebih lanjut Suwito menguraikan bahwa masyarakat tutur adalah istilah netral, ia dapat dipergunakan untuk menyebut masyarakat kecil atau sekelompok orang yang menggunakan bentuk bahasa yang relatif sama dan mempunyai penilaian yang sama dalam bahasanya.


Variasi Bahasa
Bahasa adalah aspek psikologis, sedangkan tuturan adalah aspek psiko-fisik. Bahasa ada dalam kepala, sedangkan tuturan merupakan aktualisasi dari bahasa. Jika bahasa milik sosial atau bersama, maka tuturan adalah milik pribadi.
Ragam bahasa, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 809) adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara dan orang yang dibicarakan, dan menurut medium pembicaran-pembicaraaan. Sebagai sebuah langue, bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh penutur bahasa itu. Namun karena penutur bahasa itu berbeda-beda, maka wujud bahasa konkrit yang disebut parole menjadi tidak seragam (Chaer, 2004 : 61).
Bahasa adalah gejala sosial. Gejala sosial disini disebabkan individu manusia tidak ada yang persis sama. Karena ketidaksamaan tersebut menjadikan wujud bahasa (parole) itu beragam. Keberagaman itu juga disebabkan oleh kegiatan interaksi sosial manusia ytang beragam. Artinya, sebagai alat komunikasi, bahasa dapat mencerminkan identitas seseorang/kelompok, karena dipengaruhi oleh faktor sosial (status, tingkat pendidikan, umur, ekonomi, gender) dan situasional (siapa, dengan siapa, bahasa apa yang digunakan, kapan, dimana, tentang apa). Faktor sosial dan situasional itu kemudian melahirkan ragam bahasa/atau variasi bahasa yang dikenal dengan idiolek dan dialek. Idiolek merupakan karakteristik pemakaian bahasa seseorang, sedangkan dialek merupakan karakteristik pemakaian bahasa di daerah tertentu atau masyarakat tertentu. Idiolek seseorang tersebut kemudian dapat menjadi dialek suatu daerah. Dan idiolek dan dialek tersebut melahirkan ragam bahasa yang berbeda.
Variasi bahasa disebabkan oleh adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan sosial di dalam masyarakat sosial. Ada berbagai variasi yang disebabkan oleh kedua hal tersebut, dua diantaranya adalah variasi dari segi pemakai bahasa dan variasi dari pemakaian bahasa.
Variasi dari segi pemakai bahasa terdiri dari idiolek, dialek, kronolek, dan sosiolek. Variasi pertama dari segi pemakai bahasa atau penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut idiolek, yaitu variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Variasi ini disebabkan setiap individu berbeda-beda, baik dari warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya.
Variasi kedua dari segi pemakai bahasa atau penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut dialek, yaitu variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif berada pada suatu tempat atau wilayah. Dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional atau dialek geografi. Para penutur dalam suatu dialek, meski mempunyai idiolek yang berbeda, tetapi memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada dalam suatu dialek yang berbeda dengan kelompok penutur lain. Sebagai contoh dialek Sunda Kuningan berbeda dengan dialek Sunda Bandung.
Variasi ketiga dari segi pemakai bahasa atau penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut kronolek, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Contohnya, variasi bahasa Sunda pada tahun 1920-an, 1960-an, dan pada masa kini.
Variasi keempat dari segi pemakai bahasa atau penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut sosiolek, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya. Misalnya dari usia, ada variasi bahasa yang digunakan anak-anak, remaja, dan orangtua, atau dari pekerjaan, ada variasi bahasa buruh, pedagang, dan pejabat.
Variasi bahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa dinamakan fungsiolek/ragam/register. Variasi ini diklasifikasikan berdasarkan bidang penggunaan, gaya atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan.
Variasi bahasa dari segi pemakaian bahasa ini menyangkut bahasa digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Contoh bidang jurnalistik, sastra, militer, pertanian, pelayaran, dan sebagainya.
Dari segi keformalan ada ragam beku, ragam resmi, ragam usaha, ragam santai, dan ragam akrab.
Dari segi sarana ada ragam bahasa lisan dan tulisan. Ragam bahasa lisan contohnya ragam bahasa bertelepon,sedangkan ragam bahasa tulis adalah ragam bahasa surat-menyurat, dan sebagainya.

Ragam Bahasa Kedaerahan
Perubahan bahasa sangat dipengaruhi oleh jarak dan waktu. Perubahan itu akan menghasilkan penciptaan dialek kebahasaan setiap saat dan hasilnya akan menjadi bahasa baru. Para ahli dialek yang meneliti berdasarkan wilayah memiliki kesempatan secara tradisional untuk menghasilkan penemuan mereka di atas peta, yang disebut peta dialek. Mereka mencoba menentukan  atau menunjukan batas geografis mengenai gambaran linguistik dengan menggambarkan garis di atas peta. Garis itu dinamai garis batas kebahasaan.
Dalam penelitian tipe peta dialek menghasilkan semacam penemuan. Penemuan ini menunjukan gambaran linguistik tertentu, yang disebut variable linguistik dan menunjukan distribusi secara geografis. Penemuan ini berusaha menghubungkan distribusi itu dengan perkembangan sejarahnya, baik secara internal (linguistik) maupun ekstrnal (politik, sosial, dan budaya).
Sebuah asumsi dasar dalam wilayah dialek adalah bahwa dialek daerah benar-benar sangat mudah untuk dijadikan sampel. Hanya dengan menemukan satu atau dua orang dalam lokasi utama yang akan kita teliti. Orang yang lebih tua, yang disukai dan bukan petualang, wawancarai mereka dan bertanyalah pada mereka bagaimana mereka lafalkan kata-kata tertentu, mengacu pada objek tertentu dan ungkapkan jenis ujaran tertentu. Sebuah sampel dari orang yang berasal dari berbagai lokasi dalam satu wilayah geografi, akan membawa para pemakai dialek yang berdasarkan wilayah untuk menunjukan dimana bunyi yang digunakan, serta dimana ikatan dapat digambarkan di sekitar ini.

Hubungan antara Ragam Linguistik dengan Ragam Sosial
Penelitian yang dilakukan sangatlah jelas menunjukan sebuah hubungan langsung antara ragam linguistik dengan keanggotaan kasta. Jika kita tahu tentang hal-hal tertentu tentang seseorang, kita dapat memprediksi pula hal-hal tertentu tentang yang lainnya. Ini hanyalah hubungan atau keterkaitan yang menarik perhatian pekerjaan para ahli sosiolinguistik dengan variable linguistiknya. Apa yang mereka cari merupakan ukuran keragaman sosial dimana mereka dapat menghubungkan jenis keragaman linguistik yang mereka amati.
Ketika sebuah variable linguistik diidentifikasi, masalah selanjutnya menjadikan data yang terkumpul memperhatikan varian, artinya kita dapat menarik kesimpulan tertentu tentang distribusi sosial terhadap varian itu. Untuk menarik kesimpulan seperti ini, kita harus bisa menghubungkan varian itu dengan berbagai cara terhadap faktor-faktor yang bisa diukur dalam suatu masyarakat. Misalnya, keanggotaan kelas sosial, jenis kelamin, usia, etnis dan sebagainya.

1 komentar: